Macam - macam Penyimpangan Semu Hukum Mendel Beserta Contohnya
Dalam uji coba persilangan, ternyata tidak selalu berhasil dan cocok dengan kajian teori. Nah, berikut ini akan kita pahami tentang penyimpangan semu Hukum Mendel beserta contoh soal dan pembahasannya.
Jika Anda belum mengetahui, bahwa penyimpangan hukum mendel terjadi akibat adanya beberapa gen yang saling berinteraksi.
Hasil perbandingan fenotip dari persilangan normal dihibrid biasanya adalah 9 : 3 : 3 : 1. Akan tetapi, pada kasus - kasus berikut perbandingan tersebut dapat berubah namun masih sesuai dengan prinsip Mendel.
Keadaan tersebut dikenal dengan istilah penyimpangan semu Hukum Mendel.
Adapun macam - macam penyimpangan semu Hukum Mendel antara lain: Polimeri, Kriptomeri, Interaksi gen (Atavisme) , serta Epistasis dan Hipostasis.
1. Polimeri
Polimeri merupakan pembastaran (persilangan) heterozigot dengan banyak sifat beda yang berdiri sendiri namun memengaruhi bagian yang sama pada suatu organisme.
Secara umum dicontohkan pada gen M1 dan M2 yang memunculkan fenotip warna merah pada persilangan tanaman Gandum.
Hasil dari persilangan tersebut pada F2 memunculkan biji gandum warna merah dan putih dengan perbandingan 15 (biji merah) : 1 (biji putih).
Sifat merah sebanyak 15 menunjukkan bahwa faktor merah dominan terhadap putih yang ditentukan oleh dua gen yang berpasangan.
2. Kriptomeri
Kriptomeri merupakan suatu peristiwa di mana sebuah faktor tidak akan tampak atau muncul pengaruhnya jika berdiri sendiri dan baru tampak jika bersama dengan faktor yang lain.
Misalnya adalah persilangan pada tanaman Linaria maroccana berbunga merah dengan yang berbunga putih. Warna merah muncul karena faktor Antosianin (A) berada pada lingkungan asam (b) dan warna ungu bila Antosianin (A) berada pada lingkungan basa (B). Sedangkan warna putih tidak terdapat Antosianin (a) pada lingkungan asam (b) atau basa (B).
Hasil yang didapat jika F2 disilagka sesamanya adalah 9 (Ungu) : 3 (Merah) : 4 (Putih).
3. Atavisme (Interaksi beberapa gen)
Atavisme merupakan interaksi beberapa gen yang menghasilkan sifat baru. Hal ini terjadi pada bentuk jengger ayam, yang dikenal dengan 4 bentuk pada ayam ras yaitu jengger Rose (mawar), Pea (biji), Walnut (sumpel), dan Single (tunggal atau bilah).
Berikut ini beberapa kaidah persilangan atavisme pada bentuk jengger ayam dan hasil keturunannya.
1). Ayam jengger Rose bersifat dominan dan jika disilangkan dengan ayam berjengger Single galur murni maka hasil F1 (keturunan pertama) adalah ayam berjengger Rose.
2). Ayam jengger Pea bersifat dominan dan jika disilangkan dengan ayam berjengger Single galur murni maka hasil F1 adalah ayam berjengger Pea.
3). Ayam jengger Single bersifat resesif dan jika disilangkan dengan sesamanya maka hasil F1 adalah ayam berjengger Single.
4). Ayam jengger Rose dan Pea bersifat dominan dan jika kedua galur murni disilangkan maka hasil F1 adalah ayam berjengger Walnut. Akan tetapi jika F1 (ayam jengger Walnut heterozigot) disilangkan sesamanya, maka akan menghasilkan F2 (keturunan kedua) ayam berjengger Walnut, Rose, Pea, dan Single dengan perbandingan secara berurutan 9 Walnut : 3 Ross : 3 Pea : 1 Single.
4. Epistasis dan Hipostasis
Epistasis dan Hipostasis merupakan suatu bentuk interaksi ketika suatu gen mengalahkan gen lainnya yang bukan sealel. Kedua gen yang berinteraksi tersebut terletak dalam lokus yang berbeda.
Gen yang menutupi kemunculan suatu karakter disebut gen Epistasis, sedangkan gen yang ditutupi disebut gen Hipostasis.
Epistasis dibedakan menjadi beberapa jenis, antara lain Epistasis dominan, Epistasis resesif, Epistasis gen dominan rangkap, dan Epistasis gen rangkap dengan efek komulatif.
a). Epistasis dominan, terjadi jika gen yang menutupi faktor gen lainnya yang bersifat dominan dan dapat terjadi bukan pada sealel. Pada kasus ini, F2 diperoleh perbandingan 12 : 3 : 1 pada percobaan buah labu (Cucurbita pepo L.) oleh E. W Sinnott.
b). Epistasis resesif, terjadi jika gen yang menutupi gen lainnya yang bersifat homozigot resesif. Gen tersebut dapat menutupi gen lainnya yang bersifat dominan yang sealel. Pada kasus ini, F2 menghasilkan perbandingan 9 : 3 : 4 seperti pada karakter warna rambut tikus.
c). Epistasis dominan rangkap, terjadi jika dua gen dominan atau lebih menghasilkan satu fenotip yang sama. Akan tetapi jika tidak terdapat satu pun gen dominan, maka fenotip resesif akan muncul.
Pada kasus ini dicontohkan karakter bentuk kapsul biji pada tanaman kantong gembala (Capsella bursa-pastoris).
Hasilnya adalah pada gen dominan A dan B secara sendiri - sendiri maupun bersamaan dalam genotip akan memunculkan kapsul biji berbentuk segitiga. Namun jika tidak terdapat gen dominan satu pun, maka yang muncul adalah kapsul biji bentuk oval.
d). Epistasis gen tangkap dengan efek komulatif, terjadi jika kondisi dominan baik homozigot maupun heterozigot, pada salah satu lokus menghasilkan fenotip yang sama.
Pada kasus ini dicontohkan karakter warna biji gandum (Hordeum vulgare). Genotip diminan pada masing - masing lokus menghasilkan satu unit pigmen secara bebas (gen A*bb dan aaB* menghasilkan satu unit pigmen dan fenotip sama).
Sedangkan genotip aabb tidak menghasilkan pigmen, sedangkan genotip A*B* menghasilkan dua unit pigmen yang efeknya kumulatif.
Sumber : Irnaningtyas, 2015. Biologi SMA/MA Kelas XII. Erlangga - Jakarta.
Jika Anda belum mengetahui, bahwa penyimpangan hukum mendel terjadi akibat adanya beberapa gen yang saling berinteraksi.
Hasil perbandingan fenotip dari persilangan normal dihibrid biasanya adalah 9 : 3 : 3 : 1. Akan tetapi, pada kasus - kasus berikut perbandingan tersebut dapat berubah namun masih sesuai dengan prinsip Mendel.
Keadaan tersebut dikenal dengan istilah penyimpangan semu Hukum Mendel.
Adapun macam - macam penyimpangan semu Hukum Mendel antara lain: Polimeri, Kriptomeri, Interaksi gen (Atavisme) , serta Epistasis dan Hipostasis.
1. Polimeri
Polimeri merupakan pembastaran (persilangan) heterozigot dengan banyak sifat beda yang berdiri sendiri namun memengaruhi bagian yang sama pada suatu organisme.
Secara umum dicontohkan pada gen M1 dan M2 yang memunculkan fenotip warna merah pada persilangan tanaman Gandum.
Hasil dari persilangan tersebut pada F2 memunculkan biji gandum warna merah dan putih dengan perbandingan 15 (biji merah) : 1 (biji putih).
Sifat merah sebanyak 15 menunjukkan bahwa faktor merah dominan terhadap putih yang ditentukan oleh dua gen yang berpasangan.
2. Kriptomeri
Kriptomeri merupakan suatu peristiwa di mana sebuah faktor tidak akan tampak atau muncul pengaruhnya jika berdiri sendiri dan baru tampak jika bersama dengan faktor yang lain.
Misalnya adalah persilangan pada tanaman Linaria maroccana berbunga merah dengan yang berbunga putih. Warna merah muncul karena faktor Antosianin (A) berada pada lingkungan asam (b) dan warna ungu bila Antosianin (A) berada pada lingkungan basa (B). Sedangkan warna putih tidak terdapat Antosianin (a) pada lingkungan asam (b) atau basa (B).
Hasil yang didapat jika F2 disilagka sesamanya adalah 9 (Ungu) : 3 (Merah) : 4 (Putih).
3. Atavisme (Interaksi beberapa gen)
Atavisme merupakan interaksi beberapa gen yang menghasilkan sifat baru. Hal ini terjadi pada bentuk jengger ayam, yang dikenal dengan 4 bentuk pada ayam ras yaitu jengger Rose (mawar), Pea (biji), Walnut (sumpel), dan Single (tunggal atau bilah).
Berikut ini beberapa kaidah persilangan atavisme pada bentuk jengger ayam dan hasil keturunannya.
1). Ayam jengger Rose bersifat dominan dan jika disilangkan dengan ayam berjengger Single galur murni maka hasil F1 (keturunan pertama) adalah ayam berjengger Rose.
2). Ayam jengger Pea bersifat dominan dan jika disilangkan dengan ayam berjengger Single galur murni maka hasil F1 adalah ayam berjengger Pea.
3). Ayam jengger Single bersifat resesif dan jika disilangkan dengan sesamanya maka hasil F1 adalah ayam berjengger Single.
4). Ayam jengger Rose dan Pea bersifat dominan dan jika kedua galur murni disilangkan maka hasil F1 adalah ayam berjengger Walnut. Akan tetapi jika F1 (ayam jengger Walnut heterozigot) disilangkan sesamanya, maka akan menghasilkan F2 (keturunan kedua) ayam berjengger Walnut, Rose, Pea, dan Single dengan perbandingan secara berurutan 9 Walnut : 3 Ross : 3 Pea : 1 Single.
Macam - macam Penyimpangan Semu Hukum Mendel Beserta Contohnya |
4. Epistasis dan Hipostasis
Epistasis dan Hipostasis merupakan suatu bentuk interaksi ketika suatu gen mengalahkan gen lainnya yang bukan sealel. Kedua gen yang berinteraksi tersebut terletak dalam lokus yang berbeda.
Gen yang menutupi kemunculan suatu karakter disebut gen Epistasis, sedangkan gen yang ditutupi disebut gen Hipostasis.
Epistasis dibedakan menjadi beberapa jenis, antara lain Epistasis dominan, Epistasis resesif, Epistasis gen dominan rangkap, dan Epistasis gen rangkap dengan efek komulatif.
a). Epistasis dominan, terjadi jika gen yang menutupi faktor gen lainnya yang bersifat dominan dan dapat terjadi bukan pada sealel. Pada kasus ini, F2 diperoleh perbandingan 12 : 3 : 1 pada percobaan buah labu (Cucurbita pepo L.) oleh E. W Sinnott.
b). Epistasis resesif, terjadi jika gen yang menutupi gen lainnya yang bersifat homozigot resesif. Gen tersebut dapat menutupi gen lainnya yang bersifat dominan yang sealel. Pada kasus ini, F2 menghasilkan perbandingan 9 : 3 : 4 seperti pada karakter warna rambut tikus.
c). Epistasis dominan rangkap, terjadi jika dua gen dominan atau lebih menghasilkan satu fenotip yang sama. Akan tetapi jika tidak terdapat satu pun gen dominan, maka fenotip resesif akan muncul.
Pada kasus ini dicontohkan karakter bentuk kapsul biji pada tanaman kantong gembala (Capsella bursa-pastoris).
Hasilnya adalah pada gen dominan A dan B secara sendiri - sendiri maupun bersamaan dalam genotip akan memunculkan kapsul biji berbentuk segitiga. Namun jika tidak terdapat gen dominan satu pun, maka yang muncul adalah kapsul biji bentuk oval.
d). Epistasis gen tangkap dengan efek komulatif, terjadi jika kondisi dominan baik homozigot maupun heterozigot, pada salah satu lokus menghasilkan fenotip yang sama.
Pada kasus ini dicontohkan karakter warna biji gandum (Hordeum vulgare). Genotip diminan pada masing - masing lokus menghasilkan satu unit pigmen secara bebas (gen A*bb dan aaB* menghasilkan satu unit pigmen dan fenotip sama).
Sedangkan genotip aabb tidak menghasilkan pigmen, sedangkan genotip A*B* menghasilkan dua unit pigmen yang efeknya kumulatif.
Sumber : Irnaningtyas, 2015. Biologi SMA/MA Kelas XII. Erlangga - Jakarta.